1. Konselor
Konselor adalah seseorang yang karena kewenangan dan keahliannya memberi
bantuan kepada klien. Dalam konseling perorangan, konselor menjadi
aktor yang secara aktif mengembangkan proses konseling untuk mencapai
tujuan konseling sesuai dengan prinsip-prinsip dasar konseling. Dalam
proses konseling, selain menggunakan media verbal, konselor dapat juga
menggunakan media tulisan, gambar, media elektronik, dan media
pengembangan tingkah laku lainnya. Semua itu diupayakan konselor dengan
cara-cara yang cermat dan tepat, demi terentaskannya masalah yang
dialami klien.
Untuk mengelola konseling secara efektif, seorang konselor dituntut
memiliki seperangkat sifat kepribadian dan keterampilan tertentu.
Meskipun dalam tartaran konsep berkembangan pandangan yang bervariasi
tentang konselor yang efektif, namun mereka mengakui bahwa
karakteristik pribadi dan perilaku konselor kontributif bagi pembinaan
relasi yang bermakna yang akan mendorong klien untuk berkembang.
Beberapa kompetensi pribadi yang signifikan untuk dimiliki oleh
konselor antara lain, pengetahuan yang baik tentang diri sendiri
(self-konwledge), kompetens, kesehatan psikilogis yang baik, dapat
dipercaya (trustworthtness), kejujuran, kekuatan atau daya (strength),
kehangatan (warmth) pendengar yang aktif (active responsiveness),
kesabaran, kepekaan (sensitivity), kebebasan, dan kesadaran holistik.
Kompetensi tersebut akan mendorong konselor untuk menjadi pribadi
terapetik, yang antara lain dapat dideskripsikan sebagai berikut.
1. Memiliki gagasan yang jelas mengenai keyakinan tentang hidup,
manusia, dan masalah-masalah, kesadaran dan pandangan yang tepat
terhadap peranannya, dan tanpa syarat memandang dan merespons klien
sebagai pribadi
2. Mampu mereduksi kecemasan, tidak tertekan, tidak menunjukan sikap bermusuhan, tidak membiarkan diri “menurun” kapasitanya.
3. Memiliki kemampuan untuk hadir bagi orang lain, yang berupa
kerelaan untuk ikut mengambil bagian dengan orang lain dalam suka duka
mereka, hal mana timbul dari keterbukaan konselor terhadap masalah dan
perasaan sendiri, sehingga dia sanggup menghayati dan menunjukkan empati
dengan kliennya.
4. Mengembangkan diri menjadi konselor yang otonom, melalui
pengembangan gaya konseling yang sesuai dengan kepribadiannya sambil
terbuka untuk belajar dari orang lain, dan mempelajari berbagai konsep
dan teknik konseling, serta menerapkannya sesuai dengan konteks dan
pribadinya.
5. Respek dan apresiatif terhadap diri sendiri, artinya konselor
harus memiliki suatu rasa harga diri yang kuat yang meyanggupkannya
berhubungan dengan orang lain atas dasar hal-hal yang positif dari
klien.
6. Berorientasi untuk tumbuh dan berkembang, dalam pengertian
berusaha untuk terbuka guna memperluas cakrawala wawasannya. Konselor
tidak hanya merasa puas dengan apa yang ada dan berupaya mempertanyakan
mutu eksistensinya, nilai-nilai, dan motivasinya, serta terus menerus
berusaha memahami dirinya sendiri karena konselor hendak mendorong
pemahaman diri itu dalam diri klien.
2. Klien
Klien adalah seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau
setidak-tidaknya sedang mengalami sesuatu yang ingin disampaikan kepada
orang lain. Klien menanggung semacam beban, uneg-uneg, atau mengalami
suatu kekurangan yang ia ingin isi, atau ada sesuatu yang ia ingin
dan/atau perlu dikembangkan pada dirinya. Melalui konseling, klien
menginginkan agar ia mendapatkan suasana fikiran yang jernih dan/atau
perasaan yang lebih nyaman, memperoleh nilai tambah, hidup yang lebih
berarti, dan hal-hal positif lainnya dalam menjalani hidup sehari-hari
dalam rangka kehidupan dirinya secara menyeluruh.
Klien datang dan bertemu konselor dengan cara yang berbeda-beda. Ada
yang datang sendiri dengan kemauan kuat untuk menemui konselor
(self-referal), ada yang datang dengan perantara orang lain, bahkan ada
yang datang (mungkin terpaksa) karena didorong atau diperintah oleh
pihak lain. Kedatangan klien bertemu konselor disertasi dengan kondisi
tertentu yang ada pada klien. Apapun latar belakang kedatangan klien dan
bagaimanapun kondisi klien, harus disikapi, diperhatikan, diterima, dan
dilayani sepenuhnya oleh konselor.
3. Konteks Hubungan Konselor-Klien
Dalam konseling, hubungan konselor dengan klien berada dalam konteks
hubungan membantu (helping relationship), yaitu hubungan untuk
meningkatkan pertumbuhan, kematangan, fungsi, dan cara menghadapi
kehidupan dengan memanfaatkan sumber-sumber internal pada pihak klien.