Menurut
Masrun kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk
bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk
kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan
bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi
lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan dari
usahanya.
Kemandirian
secara psikologis dan mentalis yaitu keadaan seseorang yang dalam
kehidupannya mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari
orang lain. Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang
berkemampuan memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang
dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi-segi manfaat atau
keuntungannya, maupun segi-segi negatif dan kerugian yang akan
dialaminya. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar berhasil
sesuai keinginan dirinya maka diperlukan adanya kemandirian yang kuat.
Menurut
Brawer dalam Chabib Toha kemandirian adalah suatu perasaan otonomi,
sehingga pengertian perilaku mandiri adalah suatu kepercayaan diri
sendiri, dan perasaan otonomi diartikan sebagai perilaku yang terdapat
dalam diri seseorang yang timbul karena kekuatan dorongan dari dalam
tidak karena terpengaruh oleh orang lain.
Kemandirian
mempunyai ciri-ciri yang beragam, banyak dari para ahli yang
berpendapat mengenai ciri-ciri kemandirian. Menurut Gilmore dalam Chabib
Thoha merumuskan ciri kemandirian itu meliputi:
1. Ada rasa tanggung jawab.
2. Memiliki pertimbangan dalam menilai problem yang dihadapi secara intelegen.
3. Adanya perasaan aman bila memiliki pendapat yang berbeda dengan orang lain.
4. Adanya sikap kreatif sehingga menghasilkan ide yang berguna bagi orang lain.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian pada remaja menurut Masrun, yaitu:
1. Usia 2. Jenis kelamin
3. Konsep diri
4. Pendidikan
5. Keluarga
6. Interaksi sosial
Dalam
persoalan remaja dan kaum muda ini ternyata banyak sekali pihak-pihak
yang terlibat, karena sosok remaja itu hidup dalam konteks sosiabilitas
yang sangat luas. Namun sebagai remaja, keterkaitan yang kuat justru
harus tercipta dari hubungan remaja tersebut dengan orangtua atau
tokoh-tokoh otoritas dewasa lainnya. Hubungan inilah yang diharapkan
dalam kondisi sehat, terbuka, positif dan konstruktif, sehingga dapat
berfungsi sebagai tameng terhadap berbagai pengaruh negative yang ada
dalam masyarakat.
Sampai
hari ini, berbagai pihak termasuk media cetak, online, radio, televisi,
luar ruang dan bioskop banyak sekali mengupas sisi gelap dari kehidupan
dunia remaja ini. Dan tentunya hal ini tidak akan pernah tuntas, karena
dunia remaja memang dunia yang penuh gejolak, kecemasan, kebingungan,
yang justru merupakan suatu proses terpenting dalam tahap pendewasaan
seorang remaja. Dari banyaknya seminar mengenai situasi dunia remaja,
banyak sekali orangtua yang ternyata kurang (sampai tidak) mengertahui
secara persis apa yang sebenarnya terjadi pada anak remajanya, apakah
itu mengenai perasaan, keinginan, persoalan dan sampai pada pergaulan
mereka di luar. Banyak orang tua yang masih menganggap bahwa remaja
mereka itu masih merupakan anak kecil, sehingga masih terus harus
dituntun. Padahal mereka sudah memiliki kemampuan – walaupun masih dalam
taraf belajar - untuk bersikap mandiri, melakukan pilihan dan
memutuskan apa yang terbaik bagi mereka.
0 komentar:
Posting Komentar